"RONA
BATANG HARI"
Oleh: Ade Batari
Senja bermuram durja. Siluetnya
ranum bagai bidadari kehilangan selendang. Begitupun orang-orang di seputaran
sungai Batang Hari. Agaknya mereka lebih suka bermenung ria di depan rumah
mereka masing-masing, melepas penat setelah seharian bekerja. Anak-anak bermain
dengan cerianya, sepanjang petang yang tengah membuka pintu malam. Suara
lantunan ayat suci al-Quran terdengar nyaring dari Masjid dan Langgar, pertanda
adzan Maghrib sebentar lagi akan dikumandangkan.
“Seorang wanita kesurupan.”
Kata-kata itu memecah ketenangan, lambat laun laris manis terdengar. Diperbincangkan
sebagai berita utama. Baik disampaikan dengan bisik-bisik atau pun leluasa.
“Ia kerasukan Hantu Aek,” salah
seorang mengatakan demikian, menambah panik warga sekitar. Para ibu bergegas
merangkul anak-anak mereka, masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu
rapat-rapat.
“Tadi sore Adik saya mandi di laut
sepulangnya dari berjualan di pasar, tidak hanya mandi ia juga mencuci piring
padahal sedang adzan, tapi ia tidak mengindahkan.” Kulub menjelaskan pada
beberapa orang warga yang menjenguk adiknya selepas Maghrib.
Perempuan itu menangis, ketawa,
lalu menangis. Sesekali ia melolong bagai srigala, memekik mengerikan. Semakin
kuat pekikannya semakin kuat pula para remaja melantunkan ayat-ayat suci
Al-Quran. Para tokoh desa tidak bisa berbuat banyak berhubung dukun yang ahli
kesurupan Hantu Aek tinggalnya jauh di seberang, jadinya hanya diobati oleh seorang
warga yang disepuhkan.
Rupanya ratu Hantu Aek semakin
garang, ia tidak hanya berteriak, menangis dan tertawa tetapi juga mengamuk
minta dilepaskan. Sekua-kuatnya tangan lelaki menahan, sekuat itu pula tenaga
gadis yang dirasuki Hantu Aek itu meronta. Keringat bercucuran dari para lelaki
yang kehilangan cara menenangkan Hantu Aek. Para remaja tidak bisa berbuat
banyak. Mereka sesekali berbisik lalu sibuk lagi mengaji sampai malam semakin
kelam, hingga satu-persatu dari mereka berangsur pulang.
Dukun dari seberang berhasil
didatangkan, secepatnya ia menginjakkan kaki ke rumah panggung yang kini ramai
ditunggui para lelaki. Beberapa mantera ia bacakan dan berdialog dengan Hantu
Aek. Jempolnya ia tekankan kuat-kuat ke sela antara jari telunjuk dan ibu jari
tangan, juga ibu jari kaki gadis yang kesurupan itu, si gadis pun tergolek
lemah lalu tertidur.
Selama dua hari rumah mereka
didatangi para tetangga yang bersedia bergantian menunggui si gadis. Bila malam
tiba acara ronda pun semakin ramai. Berdasarkan kesaksian sang dukun, Hantu Aek
marah kepada si gadis karena telah membutakan mata anaknya, akibat terkena
siraman air cabe dari piring si gadis. Hantu Aek ingin menuntut balas dan akan
membawa si gadis ke tempatnya. Nyawa di balas nyawa itulah prinsip Hantu Aek
yang disebutkan oleh orang-orang pinggiran sungai.
Malam berikutnya si gadis kembali
meronta, lengkingan suaranya lebih kuat dari malam kemarin. Para remaja tidak
ada yang berani datang untuk mengaji. Mereka lebih memilih duduk di rumah dan mendengar
cerita dari tetangga.
Terjadi perbincangan sengit antara
si Hantu Aek dengan sang dukun, tidak ada yang tahu pasti isi perbincangan
tersebut karena mereka hanya berdua dan menggunakan bahasa yang sulit
dimengerti. Bukan bahasa Melayu Jambi. Kata sepakat pun didapat antara dukun
dan Hantu Aek, membuat ia benar-benar pergi dari tubuh si gadis.
Hari-hari dijalani seperti biasa
oleh warga seputaran sungai Batang Hari, tidak lagi terdengar ada yang
kesurupan. Semua orang memilih lebih berhati-hati untuk tidak melakukan aktifitas
ketika senja, berhubung Hantu Aek keluar dari persembunyiannya ketika matahari
tengah melepas cahaya jingganya. Mereka memilih mandi lebih awal dan
berombongan.
Berhubung air PAM belum masuk ke
rumah-rumah warga, satu-satunya yang menjadi sumber kehidupan adalah sungai
Batang Hari, yang luasnya membentang sepanjang 800 KM itu. Air Batang Hari
tampak jernih, beberapa batu karang terhampar di sisi-sisinya, tepiannya
dipenuhi pasir dan kerikil. Sungai ini adalah sungai satu-satunya kebanggan
rakyat Jambi dan merupakan mata air utama bagi penduduk. Tak heran banyak
jamban dibangun di tepian untuk MCK warga.
Ketenangan itu rupanya tidak
berangsur lama. Lagi-lagi orang membicarakan Hantu Aek.
“Anak Pak Bedul hilang setelah
mandi di sungai tadi siang,” kata salah seorang warga setempat memberi
informasi kepada warga yang lain.
Berbondong-bondonglah orang-orang
berdatangan ke bawah Jembatan Gantung. Jembatan satu-satunya yang ada di
kabupaten Batanghari untuk melihat kejadian. Di kampung ini belum mengenal adanya
Tim SAR jadi pencarian dilakukan secara manual dengan berenang. Ada beberapa
orang yang terjun ke sungai mengaduk-aduk sungai dan berenang ke sana kemari
mencari si korban. Terlihat keluarga si anak tengah menangis sembari menunggu
dengan penuh harap.
“Sepertinya anak pak Bedul itu
disukai oleh Hantu Aek makanya ia mengambil dan membawanya ke istana Hantu Aek,
mayatnya saja tidak diketemukan, kasihan anak itu masih terlalu muda.” Kisah
seorang warga.
Pencarian dilanjutkan lagi ke esok
harinya, alhasil pencarian berhasil. Anak itu terbujur kaku ditemukan
menyangkut di bawah jerambah tempat ia mandi. Isak tangis terdengar dari
keluarga si anak.
Menurut kepercayaan, orang yang
meninggal di sungai, apa lagi karena ditangkap oleh Hantu Aek maka ia mesti
dikubur di Makam Keramat. Makam tersebut cukup jauh dari perkampungan, berada
di tengah hutan. Untuk menempuhnya mesti berjalan kaki menyusuri kebun sawit,
kebun salak dan kebun karet, juga semak belukar.
Konon penghuni pertama kuburan ini
dihanyutkan menggunakan perahu dari negeri antah berantah dan diketemukan warga
ketika mayatnya menyangkut di seputaran sungai dekat tempat kuburan itu dibuat.
Tubuh orang tersebut sangat tinggi melebihi tinggi orang kebanyakan. Selang
beberapa lama dikuburkan, batu nisan kuburannya yang dahulunya kayu berubah
menjadi batu, keras dan licin serta berlumut sepintas masih mirip kayu. Makanya
ia dikeramatkan dan dinamai sebagai Si Keramat oleh warga sekitar. Banyak
orang-orang datang ke sana mengambil lumutnya karena dipercaya air lumut batu
nisan Si Keramat dapat membuat anak pintar. Dan tidak jarang pula para lelaki
ke sana bertapa meminta nomor togel supaya menang taruhan.
Malam setelah si bocah dikuburkan,
dukun didatangkan untuk menolong warga dari mara bahaya Hantu Aek dan meminta
dukun membacakan doa Tolak Bala. Pas tengah malam dukun dan sesepuh warga
menggelar ritual, membawa ayam hitam, kemenyan, sabut enau, dan perlengkapan
ritual lainnya. Darah ayam hitam ditabur di sekitar rumah Hantu Aek yaitu di
dekat lubang sisi kanan Jembatan Gantung yang sudah tidak digunakan lagi.
Kemudian sabut enau diikatkan dengan karung menggunakan tali di bawah Jembatan.
Cara itu dipercaya bisa mengusir Hantu Aek agar tidak lagi mengganggu warga
seputaran Jembatan Gantung
Mitos tentang Hantu Aek
berangsur-angsur mulai hilang, seiring dengan perkembangan zaman.
NB:
> HANTU AEK = HANTU AIR
> HANTU AEK = HANTU AIR