Label

Senin, 05 Mei 2014

Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Oleh: Ade Apriati S.Pd

Pola asuh adalah pola perilaku  yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsistensi dari waktu ke waktu. Dalam lingkungan anak, orang tua merupakan pendidik yang paling utama, guru serta teman sebaya yang merupakan lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock yang mengungkapkan bahwa “Orang yang paling penting bagi anak adalah orang tua, guru dan teman sebaya dari merekalah anak mengenal sesuatu yang baik dan tidak baik. Pendidikan dalam keluarga sangat berpengaruh pada perkembangan pribadi dan sosial anak. Kebutuhan yang diberikan melalui pola asuh, akan memberikan dampak bagi keseharian anak.
Menurut Massofa (2011) “Pola asuh orang tua adalah perilaku orang tua dalam mendidik anak-anak mereka. Ada juga yang mengartikan pola asuh sebagai sikap orang tua terhadap anaknya”.
Berdasar pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh orangtua adalah suatu cara yang digunakan oleh orang tua dalam mendidik anak-anak mereka.




Dalam mengasuh anak orang tua cenderung menggunakan pola asuh tertentu. Menurut dr. Baumrind (Sarjanaku.com), terdapat 3 macam pola asuh orang tua, yaitu demokratis, otoriter dan permisif. 
a.       Demokratis 
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu dalam mengendalikan mereka. Orang tua dengan perilaku ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini bersikap realistis terhadap kemampuan anak, memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat. 
b.      Otoriter
Pola asuh ini sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman mislalnya, kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah dan menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam berkomunikasi biasanya bersifat satu arah.
c.       Permisif 
Pola asuh ini memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur/memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka, sehingga seringkali disukai oleh anak. Perlakuan seperti ini hanya tidak ingin terjadi konflik dengan anaknya.
Karakteristik anak dalam kaitannya dengan pola asuh orang tua dalam Rina (2006), yaitu:
1.      Pola asuh demokratis akan menghasikan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress,  mempunyai minat terhadap hal-hal baru dan koperatif terhadap orang-orang lain.
2.      Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri. 
3.      Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.


Syarat Pola Asuh Efektif


Pola asuh yang efektif itu bisa dilihat dari hasilnya anak jadi mampu memahami aturan-aturan di masyarakat, syarat paling utama pola asuh yang efektif adalah landasan cinta dan kasih sayang. Berikut hal-hal yang dilakukan orang tua demi menuju pola asuh efektif  dalam Theresia S. Indira (2008):
a.       Pola Asuh harus dinamis
Pola asuh harus sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebagai contoh,  penerapan pola asuh untuk anak balita tentu berbeda dari pola asuh untuk anak usia sekolah. Pasalnya,kemampuan berfikir balita masih sederhana. Jadi pola asuh harus disertai komunikasi yag tidak bertele-tele dan bahasa yang mudah dimengerti.
b.      Pola asuh harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak
Ini perlu dilakukan karena kebutuhan dan kemampuan anak  yang berbeda. Shanti memperkirakan saat usia satu tahun, potensi anak sudah mulai dapat terlihat seumpama jika mendengar alunan musik, dia lebih tertarik ketimbang anak seusianya, kalau orang tua sudah memiliki gambaran potensi anak, maka ia perlu diarahkan dan difasilitasi.
c.       Ayah ibu mesti kompak Ayah dan ibu sebaiknya menerapkan pola asuh yang sama. Dalam hal ini, kedua orang tua sebaiknya “berkompromi” dalam menetapkan nilai-nilai yang boleh dan tidak.
d.      Pola asuh mesti disertai perilaku positif dari orang tua
Penerapan pola asuh juga  membutuhkan sikap-sikap positif dari orang tua sehingga bisa dijadikan contoh/panutan bagi anaknya. Tanamkan nilai-nilai kebaikan dengan disertai penjelasan yang mudah dipahami.
e.       Komunikasi efektif, Syarat untuk berkomunkasi efektif sederhana yaitu luangkan waktu untuk berbincang-bincang dengan anak.  Jadilah pendengar yang baik dan jangan meremehkan pendapat anak. Dalam setiap diskusi, orang tua dapat memberikan saran, masukan atau meluruskan pendapat anak yang keliru sehingga anak lebih terarah.
f.       Disiplin, Penerapan disiplin juga  menjadi bagian pola asuh, mulailah dari hal-hal kecil dan sederhana. Misal, membereskan kamar sebelum berangkat sekolah anak juga perlu diajarkan membuat jadwal  harian sehingga bisa lebih teratur dan efektif mengelola kegiatannya. Namun penerapan disiplin mesti fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan / kondisi anak.
g.      Orang tua konsisten, Orang tua juga bisa menerapkan konsistensi sikap, misalnya anak tidak boleh minum air dingin kalau sedang terserang batuk, tapi kalau anak dalam keadaan sehat ya boleh-boleh saja. Dari situ ia belajar untuk konsisten terhadap sesuatu, sebaliknya orang tua  juga harus konsisten, jangan sampai lain kata dengan perbuatan.

 Faktor Utama yang Mempengaruhi Pola Asuh

Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua menurut Hurlock, E,B (2002) yaitu:
a.       Budaya
Orang tua mempertahankan konsep tradisional mengenai peran orang tua merasa bahwa orang tua mereka  berhasil mendidik mereka dengan baik, maka mereka menggunakan teknik yang serupa dalam mendidik anak asuh mereka.
b.      Pendidikan Orang Tua
Orang tua yang memiliki  pengetahuan lebih banyak dalam mengasuh anak, maka akan mengerti kebutuhan anak.
c.       Status Sosial Ekonomi

Orang tua dari kelas menengah rendah cenderung lebih keras/lebih permessif dalam  mengasuh anak 
Arti Pentingnya Peran Kepala Sekolah
Oleh: Ade Apriati S.Pd

Sebagai pimpinan pucak di sekolah, Kepala Sekolah dituntut untuk memiliki kompetensi dan telah memenuhi standar kualifikasi sesuai dengan Permendiknas No. 13/2007. Kepala Sekolah setidaknya mampu mengembangkan kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial, karena Kepala Sekolah merupakan salah satu pihak yang memiliki peran penting dalam menentukan arah dan tujuan sekolah. Perlu diketahui bahwa tugas utama seorang Kepala Sekolah sebagai pemimpin adalah mengatur situasi, mengendalikan kegiatan kelompok, organisasi atau lembaga, dan menjadi juru bicara kelompok. Untuk itu, Kepala Sekolah hendaklah merupakan pribadi yang berkualitas dan berkompeten sehingga mampu meningkatkan mutu pendidikan di sekolah yang dipimpinnya.
Sebagai pimpinan, Kepala Sekolah punya peran penting dalam tugasnya sebagai penyelenggara pendidikan. Peranan itu sendiri dapat dikatakan sebagai seperangkat sikap dan perilaku yang harus dilakukan sesuai dengan posisinya dalam organisasi. Peranan tidak hanya menunjukkan tugas dan hak, tapi juga mencerminkan tanggung jawab dan wewenang dalam organisasi. Peranan yang perlu melekat dalam diri dan pelaksanaan tugas Kepala Sekolah dalam Iskandar Agung & Yufridawati (2013: 95) antara lain adalah:
1.      Peran Manajerial
Sebagai manajer; Kepala Sekolah perlu mewujudkan sikap dan gaya kepemimpinan yang fleksibel, jujur, terbuka menerima kritik dan gagasan/ide baru, demokratis, bertanggung jawab tehadap tugas, berorientasi pada prestasi, kesetaraan (egaliter), mampu memberikan arahan dan bimbingan yang dubutuhkan warga sekolah, serta menjadikan diri sebagai panutan dan tauladan di sekolah.
2.      Peran Motivator
Kepala Sekolah hendaknya mampu memotivasi dan menggerakkan personil/staf sekolah untuk melaksanakan tugas/pekerjaan secara bergairah, aktif, dinamis, dan berkreasi.
3.      Peran Fasilitator
Perilaku kerja personil/staf sekolah (mungkin) membutuhkan adanya fasilitas penunjang, seperti buku pelajaran, media, alat peraga, dan lain sebgainya. Pemenuhan kebutuhan itu memerlukan campur tangan dari Kepala Sekolah agar pelaksanaan kerja dapat berjalan lancar dan efektif.
4.      Peran Administrator
Peran administrator Kepala Sekolah adalah membina, membimbing dan mengembangkan pengadministrasian sekolah yang baik, rapi, lengkap dan akurat, yang mencakup segenap hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan pendidikan.
5.      Peran Supervisor
Peran ini berkaitan dengan pemantauan (monitoring) dan pengawasan (supervisi) Kepala Sekolah terhadap pelaksanaan kinerja personil/staf di sekolah secara rutin maupun berkala.
6.      Peran Evaluator
Kepala Sekolah dalam waktu tertentu perlu melakukan penilaian (evauasi) tehadap pencapaian tujuan dan hasil belajar peserta didik/siswanya.
7.      Peran Pendidik (Edukator)
Peran Edukator Kepala Sekolah mencakup dua hal penting, yakni dimensi kepribadian dan dimensi substansial.  Dimensi kepribadian mencakup perilaku Kepala Sekolah yang dapat menjadi contoh bagi segenap warga sekolah. Dimensi substansial terkait dengan kemampuan mengelola dan megarahkan kegiatan pembelajaran sebagai inti dari proses pendidikan di sekolah.
8.      Peran Pengembang Iklim Sekolah
Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memotivasi dan menigkatkan semangat personil/staf sekolah dalam melaksanakan tugas/ pekerjaannya, maupun proses belajar siswa.
9.      Peran Kewirausahaan
Kepala Sekolah hendaknya berfungsi sebagai inspirator bagi munculnya ide-ide kreatif dan inovatif dalam mengelola sekolah.
Dalam Wikipedia dikatakan bahwa Kepala Sekolah sebagai seorang pemimpin seharusnya dalam praktik sehari-hari selalu berusaha memperhatikan dan mempraktikkan fungsi kepemimpinan di dalam kehidupan sekolah, fungsi Kepala Sekolah itu yaitu:
1.       Kepala sekolah harus dapat memperlakukan sama terhadap orang-orang yang menjadi bawahannya, sehingga tidak terjadi diskriminasi, sebaliknya dapat diciptakan semangat kebersamaan di antara mereka yaitu guru, staf, dan para siswa.
2.       Sugesti atau saran sangat diperlukan oleh para bawahan dalam melaksanakan tugas. Para guru, staf dan siswa suatu sekolah hendaknya selalu mendapatkan saran anjuran dari kepala sekolah sehingga dengan saran tersebut selalu dapat memelihara bahkan meningkatkan semangat, rela berkorban, rasa kebersamaan dalam melaksanakan tugas masing-masing.
3.       Dalam mencapai tujuan setiap organisasi memerlukan dukungan, dana, sarana dan sebagainya. Kepala sekolah bertanggung jawab untuk memenuhi atau menyediakan dukungan yang diperlukan oleh para guru, staf, dan siswa, baik berupa dana, peralatan, waktu, bahkan suasana yang mendukung.
4.       Kepala sekolah berperan sebagai katalisator, dalam arti mampu menimbulkan dan menggerakkan semangat para guru, staf, dan siswa dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
5.       Kepala sekolah sebagai pemimpin harus dapat menciptakan rasa aman di lingkungan sekolah.
6.       Kepala sekolah pada hakekatnya adalah sumber semangat bagi para guru, staf, dan siswa. Oleh sebab itu kepala sekolah harus selalu membangkitkan semangat para guru, staf, dan siswa.
7.       Setiap orang dalam kehidupan organisasi baik secara pribadi maupun kelompok, kebutuhannya diperhatikan dan dipenuhi. Penghargaan dan pengakuan ini dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti kenaikan pangkat, fasilitas, kesempatan mengikuti pendidikan, dan sebagainya.

Menurut (Dirawat, 1986: 80) dalam Muhammad Risal (2012) tugas dan tanggung jawab Kepala Sekolah dapat digolongkan kepada dua bidang, yaitu bidang administrasi dan bidang supervisi. Tugas kepala sekolah dalam bidang administrasi dapat digolongkan menjadi enam bidang, yaitu:
1.      Pengelolaan pengajaran
Kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan ini antara lain: pemimpin pendidikan hendaknya menguasai garis-garis besar program pengajaran untuk tiap bidang studi dan tiap kelas,  menyusun program sekolah untuk satu tahun,  menyusun jadwal pelajaran,  mengkoordinir kegiatan-kegiatan penyusunan model satuan pengajaran, mengatur kegiatan penilaian,  melaksanakan norma-norma kenaikan kelas,  mencatat dan melaporkan hasil kemampuan belajar murid,  mengkoordinir kegiatan bimbingan sekolah,  mengkoordinir program non kurikuler,  merencanakan pengadaan,  memelihara dan mengembangkan buku perpustakaan sekolah dan alat-alat pelajaran.
2.      Pengelolaan kepegawaian
Termasuk dalam bidang ini yaitu menyelenggarakan urusan-urusan yang berhubungan dengan penyeleksian, pengangkatan kenaikan pangkat, cuti, perpindahan dan pemberhentian anggota staf sekolah, pembagian tugas-tugas di kalangan anggota staf sekolah, masalah jaminan kesehatan dan ekonomi, penciptaan hubungan kerja yang tepat dan menyenangkan, masalah penerapan kode etik jabatan.
3.      Pengelolaan kemuridan
Dalam bidang ini kegiatan yang nampak adalah perencanaan dan penyelenggaran murid baru, pembagian murid atas tingkat-tingkat, kelas-kelas atau kelompok-kelompok (grouping), perpindahan dan keluar masuknya murid-murid (mutasi), penyelenggaraan pelayanan khusus (special services) bagi murid, mengatur penyelenggaraan dan aktivitas pengajaran, penyelenggaran testing dan kegiatan evaluasi, mempersiapkan laporan tentang kemajuan masalah disiplin murid, pengaturan organisasi siswa, masalah absensi, dan sebagainya.
4.      Pengelolaan gedung dan halaman
Pengelolaan ini menyangkut usaha-usaha perencanaan dan pengadaan, inventarisasi, pengaturan pemakaian, pemeliharaan, rehabilitasi perlengkapan dan alat-alat material sekolah, keindahan serta kebersihan umum, usaha melengkapi yang berupa antara lain gedung (ruangan sekolah), lapangan tempat bermain, kebun dan halaman sekolah, meubel sekolah, alat-alat pelajaran klasikal dan alat peraga, perpustakaan sekolah, alat-alat permainan dan rekreasi, fasilitas pemeliharaan sekolah, perlengkapan bagi penyelenggaraan khusus, transportasi sekolah, dan alat-alat komunikasi,
5.      Pengelolaan keuangan
Dalam bidang ini menyangkut masalah-masalah urusa gaji guru-guru dan staf sekolah, urusan penyelenggaraan otorisasi sekolah, urusan uang sekolah dan uang alat-alat murid-murid, usaha-usaha penyediaan biaya bagi penyelenggaraan pertemuan dan perayaan serta keramaian.
6.      Pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat
Untuk memperoleh simpati dan bantuan dari masyarakat termasuk orang tua murid-murid, dan untuk dapat menciptakan kerjasama antara sekolah-rumah- dan lembaga-lembaga sosial.

Tugas Kepala Sekolah dalam bidang supervisi, antara lain:
1.      Membimbing guru-guru agar mereka dapat memahami secara jelas tujuan-tujuan pendidikan pengajaran yang hendak dicapai dan hubungan antara aktivitas pengajaran dengan tujuan-tujuan. 
2.      Membimbing guru-guru agar mereka dapat memahami lebih jelas tentang persoalan-persoalan dan kebutuhan murid. 
3.      Menyeleksi dan memberikan tugas-tugas yang paling cocok bagi setiap guru sesuai dengan minat, kemampuan bakat masing-masing dan selanjutnya mendorong mereka untuk terus mengembangkan minat, bakat dan kemampuannya. 
4.      Memberikan penilaian terhadap prestasi kerja sekolah berdasarkan standar-standar sejauh mana tujuan sekolah itu telah dicapai.


Keberhasilan Kepala Sekolah dalam melaksanakan tugasnya banyak ditentukan oleh kepemimpinan Kepala Sekolah itu sendiri. Kepemimpinan merupakan faktor yang paling penting dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi sekolah. Apabila kepala sekolah mampu menggerakkan, membimbing, dan mengarahkan anggota secara tepat, segala kegiatan yang ada dalam organisasi sekolah akan bisa terlaksana secara efektif. Sebaliknya, bila tidak bisa menggerakkan anggota secara efektif, tidak akan bisa mencapai tujuan secara optimal.

Hati Seuntai Emas


Hati Seuntai Emas


Aku tak punya pilihan. Semangat untuk terus hiduplah yang menopang diriku untuk bertahan sejauh ini. Hanya dengan cara ini aku bisa melihat dunia lebih lama lagi. Dunia yang kadang sepat, yang kulalui dengan terbata-bata, dunia yang berliku adanya.
Berkali-kali tanganku mengais. Sia-sia. Penyambung nyawaku itu tak jua kutemukan dari satu tong ke tong lainnya. Matahari  sudah pun tepat berada di atas kepala dan menyengat sangat. Sudah pula kutelusuri warung-warung nasi. Hasilnya masih nihil. Kurasa sindrom melarat membuat orang-orang semakin berhati-hati membuang segala sesuatu.
Entah mengapa hatiku berpagut pada sesuatu di hujung lorong sana. Suatu tempat pembuangan yang betul-betul menyedihkan. Tapi, seperti yang telah kukatakan sebelumnya bahwa aku tak punya pilihan.
Kukais sisa-sisa makanan dari sana, berharap sesuap nasi menyela dari dalam bungkusan. Lapar dan haus pun kian menjadi rasanya, membuat tanganku kepayahan menyisir satu demi satu kantung plastik, kaleng air minum, dan bungkusan-bungkusan jajanan yang bercampur debu dan dikerubungi lalat, kadang pula tercampur liur anjing juga tinja kucing.
Satu miniatur aneh tiba-tiba saja tergenggam padat di jemari mungilku. Kuselamatkan dia dari tempat berbau kemiskinan ini. Alangkah terkejutnya ketika kudapati di dalam kotak persegi itu melingkar cantik seuntai liontin emas. Siapa pemiliknya? Tanyaku heran seraya melirik sana-sini mencari seseorang.
Melihat kilauannya aku teringat akan peristiwa tiga tahun silam, saat ibu membela mati-matian cincin penikahannya agar disimpan dan tak usah dijual untuk biaya berobat. Ia tak mau pemberian bapak untuk pertama dan terakhir itu dibuang percuma. Lagian hanya itu harta satu-satunya di keluarga kami sebagai bekal masa depanku kelak. Ibu menghembuskan nafas terakhir dalam kondisi yang sangat menyedihkan, digerogoti kutil-kutil aneh yang diidapnya belasan tahun. Sayangnya cincin itupun sebulan kemudian di jual bapak untuk menyunting Mpok Biyah dan mengusirku secara sepihak dari rumah.
Aku hengkang dari rumah kediamanku yang telah kutempati bersama ibu dan bapak selama sebelas tahun. Aku kira nasibku benar-benar akan berubah manis setelah lepas dari cengkraman bapak dan ocehan Mpok Biyah. Aku salah.
Hidup terasa ganjil. Seganjil seuntai liontin emas yang kugenggam saat ini. Jika bisa kukhayal tentu  segala yang berkenaan dengan kepahitan dan kemelaratan hidupku bisa disapu habis dengan bermodalkan seuntai emas ini saja. Berkecambuklah mimpi-mimpi aneh dalam pikiraku membuat aku lupa bahwa hari ini aku belum makan apa-apa, hanya minum air sisa saja.
Kuturuti ke mana kaki hendak melangkah. Terseok membawa barang temuan. Diliputi cemas tak terbilang. Aku terpaku saat berdiri di sudut kota. Di depanku sebuah Musholla berdiri tak sempurna akibat digoyang gempa setahun silam. Agaknya bangunan ini tak cukup mampu bersaing dengan perumahan mewah, wahana rekreasi, mall dan butik yang berjejer membelakangi Musholla. Hingga ia terlihat kesepian dan terluka ditinggali jamaah.
Teringat aku pada pesan terakhir almarhumah ibundaku tersayang. “Jagalah emas dalam hatimu, jangan biarkan emas dunia meracuninya hingga membuatmu kehilangan nurani.” Aku mengambil keputusan.
Kepada orang tua yang sedang menyapu di teras Musholla kuberikan miniatur yang kutemukan, lengkap dengan kronologi cerita bagaimana aku menemukannya. Pak tua itu tertegun dan mengangguk. Sesaat kemudian ia mengembalikannya lagi padaku karena tak berani menyimpan dan menggunakannya untuk membangun Musholla,  sebab barang ini bukanlah hartaku jadi tak terbilang sedekah atau infak. Kembali aku yang tertegun.
“Barang ini milik Tuhan, apapun yang jadi milik Allah akan kembali pada-Nya jua” bisikku meyakinkan si pengurus langgar. Dengan berat hati ia menerima emas itu dan berjanji mempergunakannya untuk membangun kembali Rumah Allah itu.
Saat akan beranjak pergi ia memanggilku dan memberikan sekotak Pizza. Sedekah dari seseorang, katanya. Ia bilang lidahnya tak menerima makanan ganjil seperti itu. Aku tertawa mendengarnya. Ia tersenyum. Aku menikmati saat ini seperti saat mencicip Pedamaran buatan ibu. Dalam kesengsaraan ini rupanya kutemukan cinta berkilaukan emas. I believe, Allah is always by my side.
Motivasi dalam Pembelajaran Sains


Menurut Mc. Donald dalam Sadirman (2012: 73) menyatakan bahwa “Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan adanya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.” Ada tiga elemen penting yang terdapat dari pernyataan Mc. Donald, yatiu: motivasi mengawali terjadinya perubahan energi pada diri seseorang, motivasi ditandai dengan munculnya feeling, afeksi seseorang, dan motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan.
Motivasi menurut Sudarwan Danim (2004: 2) dalam t.kampus (2012) yaitu “Kekuatan, dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan, atau mekanisme psikologis yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya.” Motivasi paling tidak memuat tiga unsur esensial, yakni :1. Faktor pendorong atau pembangkit motif, baik internal maupun eksternal, 2. Tujuan yang ingin dicapai, 3. Strategi yang diperlukan oleh individu atau kelompok untuk mencapai tujuan tersebut.
Dalam pembelajaran sains hal yang diutamakan menurut Maryjono (1996) dalam Ahmad Susanto (2013: 167) “Yaitu bagaimana mengembangkan rasa ingin tahu dan daya berpikir kritis mereka terhadap suatu masalah.”  untuk membangun rasa ingin tahu dan berpikir kritis perlu perubahan dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah, perubahan tersebut dimulai dari cara guru menyampaikan pembelajaran, motivasi belajar siswa serta sarana prasarana atau media yang mendukung terjadinya proses pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggeraka di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan dapat tercapai (Sardiman, 2012: 75). Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Motivasi dapat dipengaruhi oleh faktor ekstern tetapi ditentukan oleh faktor intern yang berasal dari diri siswa sendiri. Seseorang yang memiliki motivasi yang kuat untuk belajar maka dia akan memperoleh hasil belajar yang baik yang sesuai dengan harapkan.
Menurut Sardiman (2012: 83) Motivasi yang ada pada diri setiap orang itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Tekun menghadapi tugas, ulet menghadapi kesulitan, menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah, lebih senang bekerja mandiri, cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin, dapat mempertahankan pendapatnya, tidak mudah melepaskan hal yang diyakini, senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
Motivasi juga mempunyai tiga fungsi, menurut Sardiman (2012: 85) tiga fungsi motivasi dalam belajar yaitu:
1.      Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energy.
2.      Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.
3.      Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisikan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.


Adapun cara-cara yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan motivasi belajar anak di sekolah menutut Sardiman (2012: 92) yaitu: Dengan memberi angka/nilai, memberi hadiah, adanya saingan/kompetensi, memiliki ego-involvement/harga diri, memberi ulangan, mengetahui hasi pekerjaan, memberi pujian, memberi hukuman, memiliki hasrat untuk belajar, adanya minat, dan tujuan yang diakui oleh siswa. Dengan menumbuhkan motivasi belajar siswa maka anak akan menikmati belajarnya sebagai proses yang penting dalam pendidikan mereka.
Pengertian Media Pembelajaran

Istilah media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari medium. Secara harfiah berarti perantara atau pengantar.  Pengertian umumnya adalah “Segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi.” Schramm (1977) dalam Heru Setyawan (2011) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah “Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.”
Menurut Briggs (1977) dalam Haryanto (2012) media pembelajaran adalah “Sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti: buku, film, video dan sebagainya.” Kemudian National Education Associaton (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah “Sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras.”
Brown (1973) dalam Heru Setyawan (2011) mengungkapkan bahwa “Media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran.” Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar yang digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad Ke –20 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet.
Media memiliki beberapa fungsi dalam Heru Setyawan (2011)  di antaranya:
  1. Mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut.
  2. Melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik tentang suatu obyek. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan kepada peserta didik.
  3. Memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya.
  4. Media menghasilkan keseragaman pengamatan
  5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
  6. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
  7. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
  8. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan abstrak
Terdapat berbagai jenis media belajar dalam Heru Setyawan (2011) yaitu:
  1. Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik
  2. Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya
  3. Projected still media : slide; over head projektor (OHP), LCD Proyektor dan sejenisnya
  4. Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya.
  5. Study Tour Media : Pembelajaran langsung ke obyek atau tempat study seperti Museum, Candi, dll.
Manfaat penggunaan media pembelajaran dalam Mistar (2011) adalah:
Penyampaian materi pembelajaran dapat diseragamkan, proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik, proses pembelajaran menjadi lebih interaktif, efisiensi dalam waktu dan tenaga, meningkatkan kualitas hasil belajar peserta didik, memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, menumbuhkan sikap positif peserta didik terhadap materi dan proses belajar serta mengubah peran tenaga pendidik ke arah yang lebih positif dan produktif.”


Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa media adalah sarana penyampai informasi/pesan agar lebih mudah diterima oleh si penerima. Media dapat meningkatkan minat dan motivasi anak dalam pembelajaran sehingga tujuan pembelajaan tercapai sesuai dengan yang diharapkan.